Mudahnya Membuat Kompos
Sampah organik diyakini sebagai penyumbang terbesar meningkatnya
akumulasi sampah berbagai kota di Indonesia karena umumnya sampah
organik merupakan komposisi sampah terbesar, yakni sekitar 60-70%.
Dilatarbelakangi oleh semakin terbatasnya lahan yang tersedia untuk
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) maka perlu dilakukan upaya-upaya
mengurangi timbulan sampah yang dibuang ke TPA dimulai dari sumbernya
(rumah tangga). Salah satu upaya mengurangi sampah yang dibuang ke TPA
dapat dilakukan melalui pemanfaatan sampah organik dengan metode
pengomposan.
Pengomposan merupakan upaya pengelolaan sampah
organik, yang berprinsip dasar mengurangi atau mendegradasi bahan-bahan
organik secara terkontrol menjadi bahan-bahan non-organik dengan
memanfaatkan aktivitas mikroorganisme berupa bakteri, jamur, juga
insekta dan cacing. Sistem pengomposan ini mempunyai beberapa
keuntungan, antara lain menghasilkan produk yang ekologis dan tidak
merusak lingkungan karena tidak mengandung bahan kimia dan terdiri dari
bahan baku alami. Selain itu, masyarakat dapat membuatnya sendiri, tidak
memerlukan peralatan dan instalasi yang mahal. Unsur hara dalam pupuk
kompos ini juga bertahan lebih lama jika dibandingkan dengan pupuk
buatan serta dapat mengembalikan unsur hara dalam tanah sehingga tanah
akan kembali produktif.
Klasifikasi pengomposan berdasarkan
ketersediaan oksigen yang diperlukan pada proses pembuatannya dapat
dikelompokkan menjadi aerobik (bila dalam prosesnya menggunakan
oksigen/udara) dan anaerobik (bila dalam prosesnya tidak memerlukan
adanya oksigen). Pengomposan aerobik lebih banyak dipilih karena tidak
menimbulkan bau, waktu pengomposan lebih cepat, serta temperatur proses
pembuatannya tinggi sehingga dapat membunuh bakteri patogen dan telur
cacing sehingga kompos yang dihasilkan lebih higienis. Lingkup
pengomposan yang paling kecil dapat dimulai dari skala rumah tangga.
Pengomposan skala rumah tangga maupun skala lingkungan dapat dilakukan
dengan menggunakan metode tanam di tanah, metode keranjang takakura dan
metode komposter sederhana dalam gentong atau drum plastik.
Metode
pembuatan kompos yang paling sederhana kita ambil dengan menggunakan
komposter sederhana yang relatif sangat mudah dibuat. Kita dapat
memanfaatkan gentong atau drum plastik bekas wadah cat untuk digunakan
sebagai wadah pembuatan kompos. Terdapat beberapa tahapan dalam
pembuatan kompos yang sangat mudah dilakukan, yaitu :
a. Penyiapan
wadah pembuatan kompos
Sediakan ember, pot bekas, ataupun wadah
lainnya, upayakan terbuat dari plastik untuk menghindari karat akibat
air lindi kompos. Lubangi bagian dasar dan letakkan di wadah yang dapat
menampung rembesan air dari dalamnya.
b. Penyiapan bahan baku
kompos
Proses awal dari pembuatan kompos bahan baku berupa sampah
organik. Yang dimaksud dengan sampah organik di sini adalah sampah
sisa-sisa buangan dapur seperti sisa nasi, sayuran, buah-buahan, daun
tanaman dan sampah organik sejenis lainnya. Untuk menghasilkan sampah
organik yang bersih maka harus dilakukan pemilahan antara sampah organik
dan sampah non-organik. Pemilahan ini dilakukan karena sampah
anorganik dapat mempersulit proses pengomposan. Untuk mempermudah proses
pengomposan, sampah yang masih berbentuk memanjang terlebih dahulu
dipotong-potong secara manual hingga mencapai ukuran ± 5 cm.
c.
Pembuatan tumpukan
Tahapan selanjutnya adalah membuat tumpukan.
Sampah organik hasil proses pemilahan ditumpukkan di wadah pengomposan.
Masukkan sampah organik ke dalam wadah (drum) setiap hari. Taburi dengan
sedikit tanah, serbuk gergaji, atau kapur secara berkala. Bila Anda
memiliki kotoran binatang, kotoran tersebut bisa ditambahkan pada
tumpukan tadi untuk meningkatkan kualitas kompos. Setelah penuh, tutup
drum dengan tanah dan diamkan selama dua bulan. Setelah itu kompos sudah
dapat dipanen sebagai kompos matang.
d. Penyiraman
Proses
selanjutnya adalah menyiram tumpukan tersebut dengan air secara merata.
Proses penyiraman ini dilakukan agar bakteri dapat bekerja secara
optimal. Proses ini dilakukan jika tumpukan sampah terlalu kering. Kadar
air yang ideal dari tumpukan sampah selama proses pengomposan adalah
antara 50- 60% dengan nilai optimal sekitar 55%.
e. Pemantauan
suhu
Proses selanjutnya adalah melakukan pengukuran suhu pada
tumpukan dengan termometer kompos. Cara pemantauan suhu adalah dengan
menancapkan termometer ke dalam tumpukan sampah dan biarkan sampai jarum
penunjuk suhu posisinya tidak berubah-ubah lagi. Agar bakteri patogen
dan bibit gulma mati maka suhu harus dipertahankan pada kisaran 60-70
°C.
f. Pengayakan
Proses selanjutnya adalah melakukan
pengayakan dengan tujuan untuk memperoleh ukuran butiran yang seragam.
Pengayakan dilakukan karena dikhawatirkan terdapat bahan anorganik
seperti kaleng/logam lainnya, plastik, dan bahan lain yang masih
tertinggal dan sulit terdekomposisi terdapat di dalam tumpukan sehingga
kualitas kompos yang dihasilkan kurang baik. Hasil dari proses
pengayakan ini adalah kompos yang halus dan yang kasar. Kompos halus
biasanya untuk tanaman hias dan tanaman kecil lainnya, sementara yang
kasar dapat digunakan untuk tanaman buah-buahan serta tanaman besar
lainnya.
g. Pengemasan
Setelah diayak maka kompos siap untuk
dikemas ke dalam karung atau plastik yang kedap air dan bisa disimpan,
bisa digunakan sendiri ataupun dipasarkan.
Kualitas kompos yang
dihasilkan tergantung pada kandungan-kandungan yang ada dalam kompos
tersebut. Kualitas kompos juga tergantung pada material-material lain
yang dicampurkan dalam materi organik tersebut. Apabila kompos terbuat
dari bahan baku sampah organik, maka pemilahan harus dilakukan secara
ketat sehingga bahan-bahan yang merugikan terhadap kualitas pupuk kompos
dapat dihindari. Ciri-ciri kompos yang yang berkualitas baik antara
lain tidak berbau (bau tanah), warna coklat kehitaman, PH netral, rasio
karbon/nitrogen: 15 – 20, kadar air kompos ± 30 % serta bebas bakteri
patogen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar